Belum sempat sebagian masyarakat kita
tersadar dari ketidakmampuan menghadapi kecanggihan teknologi yang seakan tidak
menghiraukan ketertatihan kita, sebagian masyarakat yang merasa telah mampu
mengendalikan dan menguasai kehebatan gempuran itu pun tergagap-gagap pula.
Sebagian kita selalu mengolok-olok orang
yang kurang atau tidak mampu memanfaatkan kemajuan teknologi karena
ketidakmampuan menguasainya dicapnya gagap teknologi. Sebuah misal, jika ada
seseorang yang tengah menggunakan sarana teknologi lalu menemui kendala karena
ketidakpahaman pemanfaatannya dianggapnya gagap teknologi. Cukup terhibur
orang-orang yang mendengarkan anggapan atau julukan sinis itu. Mereka yang
secara peribadi tidak mampu menfaatkan teknologi sudah merasa bergembira
mendengarkan pelabelan seseorang terhadap orang lain yang tergagap dalam
teknologi, apalagi yang merasa sudah cukup mumpuni dalam pemanfaatan teknologi
itu.
Orang yang dicap gagap sebenarnya sudah
cukup bersabar dan merasa maklum, jika tidak mau dikatakan malu menghadapi
kenyataan itu. sementara itu, mereka yang merasa mampu menggunakan teknologi
sangat merasa tersanjung jika dikatannya sebagai orang yang hebat karena
kemampuannya menggunakan teknologi canggih saat ini.
Satu sisi, tidak sadarkah kita? Kehebatan
kita menguasai teknologi ternyata termasuk juga orang gagap teknologi. Betapa
tidak? Coba tengok keseharian orang-orang atau teman-teman yang ada di
tengah-tengah kita yang suka berkomunikasi dengan menggunakan handphone sambil berkendara dan tidak
menggunakan alat bantu seperti handset.
Tanpa mereka sadari bahwa ia dan orang-orang di sekitarnya diintai oleh bahaya
yang siap menerkam keteledorannya karena penggunaan teknologi itu. Contoh lain,
seorang yang sedang memimpin atau mengikuti rapat harus terputus berkomunikasi
dengan forum yang sedang dihadapinya karena harus menerima telapon, tambah lagi
dengan suara pembicaraan yang lantang ataupun dengan suara rendah sambil
menangkupkan telapak tangan di depan mulutnya. Mereka tidak menyadari kalau
dirinya terkendalikan oleh teknologi. Apakah contoh polah seperti ini tidak
bisa dikatakan gagap teknologi?
Dikatakan gagap karena tidak mampu
mengendalikan atau memanfaatkan sebuah produk teknologi. Orang yang tidak mampu
menguasai teknologi dikatakan gagap teknologi. Lalu, apa bedanya dengan para ‘penguasa’
(orang yang menguasai) teknologi, tetapi mereka tidak mampu menguasai atau
tidak mampu mengendalikan pemanfaatan teknologi itu? Nyaris tidak ada perbedaan
sedikit pun.
Pemanfaatan teknologi sewajarnya, tidak
dengan berlebihan dan menyadari kondisi yang dihadapi merupakan upaya
menempatkan sarana teknologi di bawah kendali kita. Dengan terlalu banyak
masyarakat kita yang tergagap-gagap dalam teknologi, bangsa kita makin
tercerabut dari budaya baik kita yang mengutamakan bersilaturahim. Mereka lebih
asyik dan lebih senang berkomunikasi dengan telepon apalagi ber-SMS-SMS-an
sehingga orang-orang yang ada di sekilingnya tak terhiraukan dan tidak saling
mengenal meskipun sering berjalan bersama, makan bersama, bahkan tidur bersama.
Semua itu sepertinya sudah hal yang biasa dan wajar karena tidak tahu lagi
etika berperibadi dan bermasyarakat.
Jika kita menginginkan menjadi bangsa yang beretika dan bermartabat, jadikanlah diri kita sebagi bangsa yang memiliki karakter dan keinginan yang kuat untuk menjadi
peribadi dan bangsa yang memiliki keindonesiaan. Gaya hidup bukanlah harga mati
karena bisa disubsitusikan ke hal lain yang bermartabat. Bukan lagi menjadi
fenomena peribadi yang tergagap-gagap.