Minggu, 29 April 2012

GAGAP PUN SEBUAH GAYA HIDUP

Belum sempat sebagian masyarakat kita tersadar dari ketidakmampuan menghadapi kecanggihan teknologi yang seakan tidak menghiraukan ketertatihan kita, sebagian masyarakat yang merasa telah mampu mengendalikan dan menguasai kehebatan gempuran itu pun tergagap-gagap pula.
Sebagian kita selalu mengolok-olok orang yang kurang atau tidak mampu memanfaatkan kemajuan teknologi karena ketidakmampuan menguasainya dicapnya gagap teknologi. Sebuah misal, jika ada seseorang yang tengah menggunakan sarana teknologi lalu menemui kendala karena ketidakpahaman pemanfaatannya dianggapnya gagap teknologi. Cukup terhibur orang-orang yang mendengarkan anggapan atau julukan sinis itu. Mereka yang secara peribadi tidak mampu menfaatkan teknologi sudah merasa bergembira mendengarkan pelabelan seseorang terhadap orang lain yang tergagap dalam teknologi, apalagi yang merasa sudah cukup mumpuni dalam pemanfaatan teknologi itu.
Orang yang dicap gagap sebenarnya sudah cukup bersabar dan merasa maklum, jika tidak mau dikatakan malu menghadapi kenyataan itu. sementara itu, mereka yang merasa mampu menggunakan teknologi sangat merasa tersanjung jika dikatannya sebagai orang yang hebat karena kemampuannya menggunakan teknologi canggih saat ini.
Satu sisi, tidak sadarkah kita? Kehebatan kita menguasai teknologi ternyata termasuk juga orang gagap teknologi. Betapa tidak? Coba tengok keseharian orang-orang atau teman-teman yang ada di tengah-tengah kita yang suka berkomunikasi dengan menggunakan handphone sambil berkendara dan tidak menggunakan alat bantu seperti handset. Tanpa mereka sadari bahwa ia dan orang-orang di sekitarnya diintai oleh bahaya yang siap menerkam keteledorannya karena penggunaan teknologi itu. Contoh lain, seorang yang sedang memimpin atau mengikuti rapat harus terputus berkomunikasi dengan forum yang sedang dihadapinya karena harus menerima telapon, tambah lagi dengan suara pembicaraan yang lantang ataupun dengan suara rendah sambil menangkupkan telapak tangan di depan mulutnya. Mereka tidak menyadari kalau dirinya terkendalikan oleh teknologi. Apakah contoh polah seperti ini tidak bisa dikatakan gagap teknologi?
Dikatakan gagap karena tidak mampu mengendalikan atau memanfaatkan sebuah produk teknologi. Orang yang tidak mampu menguasai teknologi dikatakan gagap teknologi. Lalu, apa bedanya dengan para ‘penguasa’ (orang yang menguasai) teknologi, tetapi mereka tidak mampu menguasai atau tidak mampu mengendalikan pemanfaatan teknologi itu? Nyaris tidak ada perbedaan sedikit pun.
Pemanfaatan teknologi sewajarnya, tidak dengan berlebihan dan menyadari kondisi yang dihadapi merupakan upaya menempatkan sarana teknologi di bawah kendali kita. Dengan terlalu banyak masyarakat kita yang tergagap-gagap dalam teknologi, bangsa kita makin tercerabut dari budaya baik kita yang mengutamakan bersilaturahim. Mereka lebih asyik dan lebih senang berkomunikasi dengan telepon apalagi ber-SMS-SMS-an sehingga orang-orang yang ada di sekilingnya tak terhiraukan dan tidak saling mengenal meskipun sering berjalan bersama, makan bersama, bahkan tidur bersama. Semua itu sepertinya sudah hal yang biasa dan wajar karena tidak tahu lagi etika berperibadi dan bermasyarakat.
Jika kita menginginkan menjadi bangsa yang beretika dan bermartabat, jadikanlah diri kita sebagi bangsa yang memiliki karakter dan keinginan yang kuat untuk menjadi peribadi dan bangsa yang memiliki keindonesiaan. Gaya hidup bukanlah harga mati karena bisa disubsitusikan ke hal lain yang bermartabat. Bukan lagi menjadi fenomena peribadi yang tergagap-gagap.